12/25/11

I Grew Up at 14



A friend told me a little saying:
You start your life crying for your parents to hold. You make your way through childhood testing things out, trusting that your parents are right behind you.

With adolescene, you begin saying, "Trust me, guys; I know what I am doing".
Then by the time you are a teenager, it's "I wish they would leave me alone".
As thirty rolls around you begin to wonder, "What would my parents think?"
And at seventy you say, "I wish I COULD ask my parents".
I Grew Up at 14 by Jillian Balser

Beberapa waktu yang lalu saya membaca profil facebook keponakan saya yang sudah SMA. Dalam profilnya, dia menuliskan pernyataan bahwa dia sudah besar sehingga seharusnya dia mendapatkan hak-haknya sebagai seorang yang sudah besar. Boleh melakukan hal-hal yang ingin dia lakukan, yang dia sukai. Keponakan saya juga menuliskan orang seperti apa dia, apa yang dia suka, yang tidak suka, serta calon pacar impiannya.
Saat membacanya itu semua, saya merasa sedang bercermin dengan masa lalu saya. Saya pernah mengalami masa-masa seperti itu. Merasa sudah besar, merasa paling benar dan merasa sudah bisa mengambil keputusan sendiri, tanpa orang tua perlu ikut campur. Ada pula masa dimana saya ingin 'minggat' dari rumah.
Film AADC dan sinetron-sinetron di tivi yang saat itu rata-rata menggunakan anak SMA sebagai tokohnya sukses mempengaruhi saya yang masih SMP untuk segera masuk SMA. Bayangan masa-masa indah di SMA dengan bergaul bersama teman se-genk dan gebetan pun menghiasi alam imajinasi saya. Baru setelah masuk SMA saya menyadari bahwa kehidupan di SMA tak seindah di sinetron dan film AADC karena saya tidak punya pacar setampan Nicholas Saputra dan genk yang beranggotakan Titi Kamal, LOL. Namun, saya punya sahabat  baik yang tetap baik sampai saat ini :).
Selain itu, saya ingin cepat-cepat lulus supaya bisa kuliah di luar kota, jauh dari orang tua sehingga gak perlu takut lagi jika tiap hari pulang malem. Namun ketika sudah kuliah, tinggal di luar kota, dan jauh dari orang tua seperti ini, keluarlah penyesalan-penyesalan kenapa dulu saya begini dan mengapa dulu saya begitu. Namun saya tidak menyesal dengan apa yang saya punya dan jalani saat ini. Jauh dengan orang tua terbukti telah membuat saya lebih mandiri. Saya pun lebih menghargai keberadaan keluarga saya. Saat berada di rumah, sering waktu saya habiskan hanya dengan tiduran di kamar sambil mengingat-ingat hal-hal yang dulu saya lakukan di sana. Damai rasanya, meski hanya mengingat-ingat saja. Jika dulu setiap hari ingin pergi keluar rumah, sekarang malas rasanya jika sudah di rumah tapi harus pergi lagi. 

No comments:

Post a Comment