8/23/11

Tears

Gambar diambil dari sini
Air mata ini akhirnya membuncah keluar. Setelah beberapa saat yang lalu entah mengapa saya sangat ingin menangis. Tanpa sebab apa-apa. Saya hanya ingin menangis. Berharap jika ada sesuatu yang tidak saya rasakan bisa ikut keluar dan sedikit meringankan beban dalam diri saya.
Berawal dari balasan sms dari teman saya tadi malam, yang menanyakan kabar diselipi tentang pertanyaan mengenai ‘korban’. Saya merasa dijatuhi bom. Sudah dua orang bertanya mengenai hal yang tidak saya ketahui namun seketika berhasil membuat saya penasaran. Pertanyaan itu muncul kembali. “Sebenarnya, apa yg sedang terjadi di rumah?”. Jika sebelumnya mata saya sudah ingin segera terpejam, seketika menjadi tidak.
Sebelum tidur, saya sempat mengirim pesan pada sepupu yang tinggal di sebelah rumah saya. Padanya, saya tanyakan hal yang sama. Dan sepertinya semua telah berkonspirasi untuk membiarkan saya menyimpan tanda Tanya besar dalam kepala.
Pagi hari, saya memutar otak, mengingat-ingat nama yang kemungkinan bisa memberitahu saya apa yang telah terjadi di rumah. Namun, tembok besar masih belum bisa diruntuhkan. Saya masih belum menemukan jawaban. Kepala saya pening. Beberapa rencana pun saya batalkan. Saya tidak ingin pergi kemana-mana. Hanya ingin di dalam kamar. Berharap jawaban datang menemui pertanyaan.
Kemudian saya teringat sebuah situs pertemanan yang mungkin bisa memberi sedikit petunjuk. Dan benar, setelah membaca-baca facebook kakak, saya tahu bahwa sesuatu (musibah) memang telah terjadi pada keluarga saya. Namun saya belum tahu pasti apa kejadian itu. Saya mengambil handphone, berencana untuk menelpon Ibu, inactive.
Perasaan marah, sedih dan menyesal menjadi satu. Marah, kenapa saya tidak diberitahu apa yang terjadi dan dibiarkan tahu dari orang lain? Sedih, karena saya tak tahu apa yang harus saya lsayakan. Dan menyesal kenapa bahkan setelah kecurigaan yang pertama dulu, saya malah belum menelpon ibu. Tidak pernah menanyakan kabar keluarga saya. Padahal, setiap hari saya menghabiskan sekian ribu rupiah untuk mengecek email, twitter, serta blog-blog langganan saya. Namun kenapa saya begitu pelit dan enggan untuk mendengar suara ibu melalui saluran telepon?
Mungkin kejadian ini adalah teguran Tuhan untuk saya. Untuk lebih memperhatikan keluarga saya. Saat ini yang bisa saya lakukan hanya menunggu hingga esok sambil berdoa dan berharap semua telah baik-baik saja.  Saya pun akhirnya mendapatkan jawaban kenapa ingin menangis. 

No comments:

Post a Comment