1/29/11

The Last Moment in Hayam Wuruk

Rasanya baru kemarin kami berkemeja putih dan mengenakan celana atau rok bahan yang berwarna hitam. Duduk mendengarkan berbagai presentasi dari dosen-dosen maupun kakak-kakak tingkat dari UKM HMJ di ruang E 103. Tak lama lagi, 6 bulan waktu normal, bisa kurang bisa lebih, kami akan pergi membawa gelar sarjana humaniora.
Selama tiga setengah tahun kuliah di sastra (sekarang FIB), tak henti-hentinya kami mendengar isu-isu mengenai kepindahan kampus kami dari Pleburan ke Tembalang. Jika dilihat dari luar, gedung kampus kami memang seperti kandang ayam tidak bagus, tetapi kampus ini mempunyai arti tersendiri bagi saya. Saya pun yakin teman-teman pun demikian (atau, jangan-jangan saya sendiri yang merasa begitu). Tangis dan tawa mengiringi perjalanan kami di sini.
Beberapa minggu terakhir, desas-desus mengenai kepindahan kampus pun sedikit demi sedikit mulai terbukti dengan adanya truk-truk yang mengangkut berbagai macam inventaris kampus. Mulai tanggal 20 Januari 2011 kemarin ada sebuah spanduk yang dipasang di depan ruang E 103, memberitahukan bahwa mulai tanggal 24 Januari 2011 semua layanan administrasi dan kemahasiswaan dilayani di kampus baru Fakultas Ilmu Budaya di Tembalang.
Di depan E 103
Oleh karena itu, sebelum menempati gedung baru saya dan teman-teman berencana mengabadikan sedikit kenangan yang pernah kami isap di kampus ini dengan... ‘meyiksa’ Fany ‘Suhu’ dan foto-foto!!  Yak, berhubung beliau berulang tahun di bulan ini, serta sebelum kami berpisah untuk melaksanakan kewajiban   mahasiswa usia lanjut (baca: magang) maka acara ‘penyiksaan’ tersebut kami ajukan 5 hari sebelum hari H, berlokasi di kampus Sastra Hayam Wuruk.
Sesuai dengan skenario dan job desk masing-masing, Dini yang bertugas menemani Fany untuk menjemput ‘takdirnya’. Kami yang sudah berkumpul di kampus menyiapkan berbagai macam alat eksekusi untuk ‘pernyiksaan’. Sembari menunggu kedatangan Dini dan Fany yang tak menunujukkan batang hidungnya, kami yang sudah sangat resah menunggu akhirnya memutuskan untuk berfoto-foto terlebih dahulu dengan mencoba berbagai macam gaya dan posisi. Setelah kurang lebih satu jam, akhirnya yang ditunggu-tunggu pun datang juga. Yeay, the show is begin.
Depan Kantin

Berasa Jadi Anak TK


Black and White
Awalnya, kami melanjutkan foto-foto kami dengan mengajak 'tersangka' untuk bergabung, mencari alibi. Sampai pada posisi dimana 'tersangka' menduduki kursi panas. Lalu kaki dan tanganya pun diikat dan byurrr…air satu ember berhasil membasahi rambut hingga mata kakinya. Dilanjutkan dengan hujan tepung yang seketika mengubah dirinya hampir sama dengan nenek lampir,, hehe. Suhu pun berteriak, meminta pertolongan, tapi tak ada satu pun dari kami yang menolongnya. Today, we are evils :)) Sampai akhirnya dia berhasil membuka talinya lalu menghambur mengejar kami agar ikut ternodai. Untungnya hanya Helen dan Juragan yang berhasil terkejar. Barulah ketika kekacauan mereda, Assa datang membawa kue berbendera Korsel (apa artinya coba?? Nggak ada J). Lilin pun ditiup. Hup.
Dia Suhu, bukan patung lilin
Acara selanjutnya…buka kado!!! Suhu mendapatkan kaca mata, celana jeans dan sepatu Converse hijau. Semoga bermanfaat ya hu. Dengan selesainya membuka kado, maka berakhir pula acara ‘The Last Moment in Hayam Wuruk tersebut. Saatnya pulang ke rumah masing-masing, kecuali Dini yang masih harus mengantarkan Suhu pulang agar tidak dikira orang gila di jalan.


betewe, kampus barunya nggak malu-maluin ya, walo yang jadi baru satu :D
foto-foto diambil dari mukabukunya Galih.

No comments:

Post a Comment