Pito, Mister, dan Salmon mengingatkan gue kembali,
bahwa esensi kita menjadi makhluk hidup adalah pindah. Dimulai dari kecil, kita pindah dari rahim ibu ke dunia
nyata. Lalu, kita pindah sekolah, lalu pindah pekerjaan. Dan, pada akhirnya,
kita pindah hidup. Mati, pindah ke alam lain (Dika, 2011:253).
MSS |
Novel setebal 258 halaman yang berisi
19 bab tersebut masih menceritakan tentang kehidupan Raditya Dika yang
diceritakan dengan gaya komedi, seperti biasanya. Diantara 19 bab tersebut yang
merupakan favorit saya adalah ‘Kasih Ibu Sepanjang Belanda’. Sebelumnya,
tulisan tersebut sudah pernah saya baca di blognya radityadika.com.
Gue seolah disadarkan. Lukisan ibu-ibu yang sedang
meratap dan kenyataan yang barusan Perek lontarkan membuka mata gue bahwa
sebenarnya jarak antara gue dan Nyokap hanya satu kali pencetan telepon.
Sementara, jarak Perek dan ibunya sudah sangat jauh. Mereka bahkan beda alam
(Dika, 2011:132).
Ketika membaca ‘Kasih Ibu
Sepanjang Belanda’ di blog dulu, saya nangis karena kebetulan saat itu saya
sedang sendirian di kos dan sudah beberapa lama tidak pulang. Saat itu, ingin
rasanya segera pergi ke halte mencari bus, pulang, lalu sampai di rumah memeluk
ibu. ‘Kasih Ibu Sepanjang Belanda’ seolah-olah menyadarkan saya dan mungkin
kita semua yang sedari dulu ingin mandiri dan tidak diatur-atur lagi oleh orang
tua, terutama ibu kita.
Seharusnya, semakin tua umur kita, kita tidak semakin
ingin mandiri dari orang tua kita. Sebaiknya semakin bertambah umur kita,
semakin kita dekat dengan orangtua kita
(Dika, 2011:133).
Selain ‘Kasih Ibu
Sepanjang Belanda’ masih ada 18 bab antara lain Sepotong Hati di Dalam Kardus
Cokelat, Bakar Saja Keteknya, Interview With The Hantus, Jomblonology, dan
lain-lain. Manusia Setengah Salmon memang berhasil membuat saya tertawa, tapi
tak separah seperti ketika membaca kelima novel Raditya Dika sebelumnya. Dan tenang
saja Sodara, karena idola kita semua, Edgar masih diceritakan dalam novel ini,
meski intensitas pem-bully-annya
tidak sebanyak yang dulu-dulu. Mungkin, karena Edgar lebih keren dan ganteng
sehingga Raditya Dika merasa tersaingi maka ceritanya lebih sedikit. Jadi inget
saat-saat facebook lagi happening,
saya pernah chatting sama Edgar, juga Ingga dan Anggi *jumawa*.
penampakan dalam |
No comments:
Post a Comment