Kira-kira seminggu yang lalu ketika hendak menghadiri sebuah ‘premiere’ pembukaan resoran Jepang di salah satu mall terkemuka di Semarang, saya menemukan sepenggal tulisan yang menarik bagi saya. Awalnya saya akan mengadu peruntungan untuk menjadi orang keseratus pertama yang membeli di restoran tersebut. Sayang sekali ketika sampai di sana antriannya sudah…wow, bombastis!!!
Karena merasa masih mempunyai (ke)malu(an) saya meninggalkan tempat tersebut sambil berharap mereka semua pingsan sehingga saya bisa maju ke depan. Tidak ingin pulang dengan tangan hampa, saya memutar haluan saya ke toko buku yang ada di mall tersebut. Seperti biasa saya numpang mbaca gratis. Hohoho. Berhubung hampir semua bukunya masih tersegel dan saya belum sebrutal teman saya dengan membuka segel buku, maka saya membaca buku yang sudah terbuka segelnya saja. “Let Go” oleh Windhy Puspitasari. Ketika sampai di halaman ke ? entah, saya lupa, saya menemukan secuil puisi yang ‘jlep’ ke saya. Here it is :
Ketika wanita menangis,
itu bukan berarti dia sedang mengeluarkan senjata terampuhnya,
melainkan justru berarti dia sedang mengeluarkan senjata terakhirnya.
Ketika wanita menangis,
itu bukan berarti dia tidak berusaha menahannya,
melainkan karena pertahanannya sudah tak mampu lagi membendung air matanya.
Ketika wanita menangis,
itu bukan karena dia ingin terlihat lemah,
melainkan karena dia sudah tidak sanggup berpura-pura kuat.
Bagi wanita-wanita di luar sana yang membaca notes ini sadarlah bahwa kalian hebat. *high five* ::gambar diambil dari sini
No comments:
Post a Comment